Cerita dari Pluit (akhirnya menulis lagi…)

Cerita dari Pluit (akhirnya menulis lagi…)

Sudah lama saya tak menulis…

Bukan karena sombong, kadang bukan karena sibuk..

Saya punya banyak waktu luang, tapi enatah kenapa sulit sekali untuk mulai menggerakkan tangan untuk menari-nari kembali di atas tuts keyboard menuangkan opini, ide, asa, cerita, atau sekedar keluh kesah..

Aneh memang, padahal sebenarnya di hari-hari kemarin banyak sekali hal yang bisa saya tuliskan.. Dari pengalaman setelah mengalami kecelakaan kecil, euforia dan excitement saat mendapat amanah dan tugas yang baru di kantor, munculnya badai besar di instansi tempat saya membaktikan diri, juga kerumitan dan keriuhan persiapan serta proses pernikahan=)..

Alhamdulillah semua sudah dilewati,,
Pertanyaan yang tak kunjung saya temukan jawabannya adalah, kenapa saya lama sekali tak menulis?

Mungkin masalah mood masih menjadi alasan utama, alasan yang sangat dangkal dan tidak dapat dipertanggungjawabkan bahkan di hadapan diri saya sendiri. Makanya, saya juga terkejut ketika tiba-tiba tangan membuka laptop dan mulai menulis kalimat-kalimat ini. Hoo, mood-kah yang sedang kembali ini?

Mudah-mudahan saja..
Baiklah tampaknya tangan ini ingin menulis kisahsaya hari ini. Mudah-mudahan ada manfaatnya untuk dibagi. Amiin..

Jadi begini, tadi siang saya road show ke beberapa bank. Hehe, sebenarnya bukan road show, tapi ya mirip-miriplah, keliling-keliling. Saya datang ke tiga bank untuk melaksanakan tugas negara (ck..ck.ck.serem amat bahasanya). Nah di salah satu bank di daerah pluit itu, saya berurusan langsung dengan kepala cabangnya.
Orangnya masih muda, tapi terlihat betul pekerja keras. Punya manner yang baik, menghormati kami yang muda. Sebenarnya pertama kali ketemu, impresinya agak menyebalkan, saya dan rekan saya dikira bukan PNS bukan pekerja tetap. Dia takjub melihat kami yang masih muda-muda ini datang untuk melakukan pemblokiran rekening (beuh serem..hihi) mewakili instansi kami.

Tapi, selanjutnya karena tahu kami masih muda-muda, pak kepala cabang ini sambil melayani kami juga mengajak kami berbincang-bincang. Semakin lama, gayab icaranya seperti kakak berbicara pada adiknya. Saya sih senang-senang saja, dapat ilmu-ilmu dari yang sudah berpengalaman. Hehe..

Pelajaran yang bisa saya ingat adalah, dia berkali-kali mengingatkan, pertemanan itu adalah modal yang sangat penting. Kita boleh pintar, cerdas, atau bahkan jenius, tapi tanpa pergaulan, pertemanan, atau bahkan jaringan, bisa jadi kita tidak mampu menggunakan kecerdasan atau kemampuan kita di tempat yang benar. Kata beliau, saya sampai di posisi ini ya antara lain karena saya menjalin pertemanan yang baik.

Selanjutnya, karena tahu saya baru menikah, dia berpesan bahwa aset pertama yang harus dimiliki adalah rumah. Rumah harganya nyaris tak pernah turun dan akan menjadi homebase bagi keluarga kita nantinya. Beli rumah sesuai dengan kemampuan dan jangan memaksakan diri. Tapi tetap ingat bahwa posisi rumah yang dibeli haruslah mempertimbangkan keterjangkauan dengan kendaraan umum dan masuk mobil (walaupun kita belum punya mobil). Nah, jika suatu hari nanti punya rezeki lebih dan punya kemampuan untuk beli rumah baru, barulah beli yang lebih bagus, untuk sekarang yang penting punya homebase dan tempat bernaung.

Kemudian masalah mobil. Menurut Pak Kepala Cabang, kalau nanti ada kesempatan dan rezeki untuk beli mobil, maka hitunglah dulu kebutuhan kita. Kalau akan dipake 1-2 tahun saja, maka beli saja mobil bekas. Tapi kalau diperkirakan akan dipakai lama, misalnya 5-6 tahun, maka paksakan beli mobil baru. Mobil baru harganya pasti akan jatuh, tapi paling tidak, selama 5-6 tahun itu kita akan lebih sedikit mengeluarkan uang untuk service dibandingkan dengan membeli mobil bekas.

Terakhir, dia juga bilang, kita harus hati-hati dalam bekerja. Idealisme harus dijaga tapi juga harus fleksibel. Kalau kita ekstrim dan keras sekali, kita malah akan dipentalkan dari sistem (kata dia sih..). Tapi kalau kita cerdas dan fleksibel tapi punya prinsip yang teguh, maka suatu hari kita akan mencapai posisi atau jabatan yang lebih tinggi. Nah, saat memiliki jabatan itulah idealisme kita akan lebih mudah untuk diaplikasikan karena kita jelas mempunyai bargaining power yang lebih kuat.

Sepulang dari sana saya berpikir, untuk hal-hal rumah tangga saja, orang-orang seperti pak kepala cabang ini menggunakan strategi dan berpikir matang. Padahal kita eh saya, banyak mengambil keputusan secara impulsif alias spontan saja. Hmm, sepertinya setelah ini saya harus lebih hati-hati dalam bertindak dan lebih cerdas dalam mengambil keputusan.

Lebih baik berjuang daripada menyerah pada stagnasi..


Kosan yang gerah,
27 April 2010
09.14 WIB
"Sambil menanti istriku pulang kuliah..=)"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

1 Response to "Cerita dari Pluit (akhirnya menulis lagi…)"

  1. Okit Jr says:
    28 April 2010 pukul 21.47

    duhh...
    yang baru kawin...
    --ihirrr..

    ibroh-ny apa nih ndut...?
    jadi.. apakah karena biaya pernikahan gw nantinya pasti akan mahal, kami musti punya aset terlebih dahulu... baru kemudian kawin ato gimana?

    --wait.. wait..
    gw lupa memasukkan prioritas operasi jakun...
    hmm...
    ribet ya...
    eniwey...
    selamat menempuh hidup baru kalian berdua...
    --cepet kasih gw ponakan yaaa...
    --doni aja dah punya dua tuuh...

Posting Komentar