“Tulisan Bingung Tentang Wanita”

“Tulisan Bingung Tentang Wanita”

“Tulisan ini didedikasikan untuk Bapak Vincentius Andreyanto Hermawan, yang secara khusus meminta saya untuk membuat tulisan dengan objek yang sangat sulit ini. Sekaligus juga untuk kawan-kawan bujang yang akhirnya takluk ke pelukan wanita. Tak lupa, untuk setiap orang yang sama bingungnya dengan saya untuk mengerti objek yang rumit ini.”.

Pak Vincent sambil tertawa menyampaikan tantangannya. Tawa yang renyah, seperti biasa. Tapi tantangannya kali ini ternyata membawa saya pada kenihilan berpikir. Ya, awalnya tampak mudah. Pak Vincent hanya meminta saya untuk membuat tulisan mengenai wanita. “Sederhana saja,” pikir saya waktu itu. Kemudian tantangan itu coba saya sanggupi. Dan pencarian pun dimulai.

Puluhan halaman web saya kunjungi, untuk mencari inspirasi dan bahan-bahan yang mungkin berguna. Ibu, adik, rekan kerja, hingga teman terdekat saya saya observasi sedikit demi sedikit. Pokoknya yang ada hubungannya dengan wanita.

Tapi apa?

Buntu. Sekonyong-konyong semua buntu.

Saya terjebak pada persepsi untuk memulainya. Saya mulai tidak mengerti dengan objek yang saya teliti ini, wanita. Wanita seperti apa yang akan saya tulis? Terlalu lebar dimensi yang saya hadapi. Wanita sekaliber Hawa yang turut andil membawa Adam ke bumikah? Atau wanita seperti Kartini yang tak kenal menyerah untuk konsisten pada perjuangannya atas hak-hak wanita? Atau mungkin wanita-wanita berbahaya yang bahkan meruntuhkan kedigdayaan rezim Kerajaan Prancis dan berakhir di guillotine seperti Maria Antoinette? Atau wanita yang kemarin sore saya lihat sedang berupaya menyetop mobil atau motor yang lewat, dalam balutan kosmetik tebal dengan misi menjual kehormatan demi sesuap nasi (dan sebongkah berlian..=)? Atau malah wanita-wanita yang biasa kita lihat, yang bekerja, pulang ke rumah mengurus anak dan suami lalu keesokannya bekerja kembali dan pulang lagi dan seterusnya tak berakhir seperti siklus polybios?

Entah. Tak ada mata rantai yang spesifik yang saya temukan untuk memulai tulisan mengenai wanita. Karena bertahun-tahun saya hidup, saya tak jua dapat mengertinya. Yang say abaca, hanyalah fakta-fakta ilmiah bahwa wanita memang berbeda dengan pria. Seorang blogger cerdas bernama Sara memaparkan:

Sebuah studi yang dipublish tahun 1992 di University of Western Ontario oleh zoologist C. Davison Ankney, dan psychologist Rushton, menunjukkan bahwa pria memiliki berat otak sekitar 100-gram lebih besar daripada wanita. Studi di Denmark tahun 1997 juga mendokumentasikan bahwa pria memiliki neuron 15% lebih banyak dari wanita (22.8 vs 19.3 milyar).

Melihat kecenderungan dua bagian otak yang berbeda, riset tentang otak yang terkait dengan perbedaan gender ternyata memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan dalam anatomi otak pria dan wanita. Secara umum, otak terdiri dari dua tipe jaringan yang berbeda, dinamakan gray matter dan white matter. Menggunakan teknik neuroimaging, Richard Haier dari the University of California, Irvine led, dan kolega yang lain dari the University of New Mexico menemukan bahwa gray matter pria memiliki setidaknya 6.5 kali ukuran yang lebih banyak dari pada wanita. Sedangkan wanita setidaknya memiliki white matter 10x lebih banyak dibandingkan pria. Di dalam otak manusia, gray matter berfungsi sebagai pusat pemroses/penganalisis informasi, sedangkan white matter bekerja menghubungkan pusat-pusat informasi/analisis. Mereka menyatakan bahwa pria bercenderungan menggunakan gray matter dan wanita cenderung menggunakan white matter dalam berfikir dan bertidak. Ditemukan pula 4x kecenderungan wanita menggunakan lobus hemisfer kanan dalam berfikir dibandingkan pria.

Data-data ini dimungkinkan untuk memberikan penjelasan mengenai perbedaan perilaku yang terdapat pada pria dan wanita. Dalam berkomunikasi, pertama kali mendapatkan informasi dan dalam menghadapi suatu permasalahan, pria akan berkecenderungan untuk menggunakan logika (wilayah otak kiri lebih dominan), sedangkan wanita cenderung menggunakan perasaan (penggunaan otak kanan lebih dominan). Bukan permasalahan potensi pria lebih cerdas daripada wanita. Kedua makhluk dianugerahi logika dan perasaan, tetapi kecenderungan pria dan wanita dalam menanggapi suatu respon tidaklah sama. Contoh sederhana ialah, seorang wanita tidak harus memiliki sejumlah alasan yang logis untuk menangis, sedangkan bagi kaum pria tidak demikian. Menangis dalam kamus wanita adalah penggunaan otak kanan yang mengungkapkan bahasa perasaannya. Sedangkan bagi pria, dimana otak kiri lebih dominan, logikanya akan mengatakan untuk selalu mencari perbandingan dan alasan untuk menangis.

(Dikutip dari http://tanah231.multiply.com/journal/item/10)

Walau penjelasannya rumit, tapi jelaslah sebagaimana kita ketahui kalau soal perasaan wanita memang lebih hebat disbanding pria, yang sebaliknya lebih gesit memainkan logikanya. Saya jadi ingat, ada teman saya yang mempermasalahkan pacarnya yang nonton ketahuan film porno, ia merasa sakit hati dan kemudian meragukan kesetiaan pacarnya. Saat itu, saya bingung. Naluri saya sebagai lelaki mengatakan, “ya udahlah, namanya juga cowok. Ya mbok, bilangain aja orangnya asal jangan sering-sering. Simple aja kan?”

Tapi sepertinya hal ini tak sesederhana itu bagi kawan saya itu. Ternyata baginya, sang pacar telah melampaui garis batas transeden yang melanggar otoritas kewanitaannya. Sang pacar, menurut kawan saya itu, telah melanggar kepercayaan yang telah diberikan untuk menjaga dirinya. Muncul keraguan, apakah si pacar dapat menjaga dirinya bila menjaga diri dari film itu saja ia tak mampu. Ya Tuhan!! Saya takjub dibuatnya. Sedemikian sensitifnyakah wanita?

Di sisi lain, saya juga tak mengerti, mengapa masih ada mewarnai berita-berita di televisi atau Koran “lampu lalu lintas” tentang istri yang masih berdiam diri saja, mengetahui suaminya selingkuh di luar, pulang larut malam, lalu begitu sampai rumah memukulinya. Sangat sensitif perasaan wanita, tapi ia tak bergerak 1 centimeter pun dari kehidupan rumah tangganya. Ia tak sedikit pun berpikir untuk melarikan diri dari kemuakan massif terhadap sang suami. Ya Tuhan, sedemikian kebalnyakah wanita?

Itu baru sekelumit anomali wanita yang tak saya mengerti. Kemudian muncul lagi kebingungan ketika membaca referensi yang menyatakan persepsi Aristoteles tentang wanita. Filsuf besar klasik itu dalam pemikirannya memandang bahwa wanita adalah "uncomplete Man". Dalam konteks biologis, wanita mengambil posisi pasif reseptif sedangkan pria aktif produktif. Pria memberi, wanita menerima dan mengolahnya. Dengan kata lain, Pria superior wanita dalam posisi subordinatif.

Ah, masa.

Apa iya wanita begitu lemahnya?

Bukankah justru banyak cerita dan berita yang melukiskan dengan gamblang, kalau wanita dengan mudah membuat pria bertekuk lutut dan tertaklukkan? Ada wanita yang ikut menerjunkan seorang nabi dari surga ke bumi. Ada wanita yang dengan videonya mampu menjungkalkan anggota dewan dari gedung parlemen yang terhormat. Ada pula wanita yang luar biasa hingga dipanggil wanita listrik, karena upayanya yang jauh melebihi pria untuk menggerakkan masyarakat secara swadaya untuk menghasilkan listrik sambil melahirkan lapangan pekerjaan.

Yang mudah mungkin kalau bicara romantisme. Seperti kisah seorang mahasiswi muda yang cerdas seperti Hannah Arendt, yang dengan pesona, pengorbanan, dan kecerdasannya mampu membuat profesor universitas seperti Heidegger mempertaruhkan karir dan rumah tangga serta keluarganya hanya untuk bermain api dengan Arendt. Di kemudian hari, Arendt dikenal sebagai salah satu filsuf wanita terpenting Jerman yang pemikirannya banyak dipengaruhi pengalaman sebagai korban naziisme dan fasisme. Sedangkan Heidegger adalah filsuf “ajaib” yang beraliran ontologis. Akan tetapi, tak ada yang menyangkal, kisah perselingkuhan keduanya terkadang lebih bombastis daripada pemikiran-pemikiran cemerlang mereka.

Lalu, apa kesimpulannya?

Saya tetap bingung mengenai wanita, beserta perasaan dan logikanya yang tak terduga. Saya mengagumi kesabaran ibu saya yang merawat ayah saya selama bertahun-tahun dari sakit hingga meninggal tanpa sedetik pun berpaling. Tapi saya juga tak habis pikir dengan wanita yang tega memutilasi suaminya menjadi dua puluh potong karena perasaan cemburu. Saya menghormati Bunda Teresa dan Siti Khadijah untuk pengabdiannya dalam perjuangan hakiki. Saya masih menganggap pemimpin adalah posisi untuk pria, tapi tak bisa menyangkal bahwa wanita yang hebat adalah kunci di balik layar pemimpin hebat.

Oleh karena itu, hanya sedikit kesimpulan yang saya dapat dari kebingungan ini. Absurditas adalah mutlak ketika secara serampangan kita mencoba memahami wanita. Akan tetapi, siapa pun bahkan para lelaki tergagah sekali pun sebenarnya dapat mengambil hikmah dari kewanitaan para wanita.

Konflik, perang, kehancuran, ketidakacuhan akan nasib sesama dapat dihindari dengan menduplikasi kelembutan dan kepiawaian wanita dalam menanggulangi masalah dan menggunakan perasaan. Bukan hanya cara-cara logis ala pria.

Seorang anak autis misalnya, secara logika harus mendapat perawatan dari tenaga ahli psikologi terbaik. Itu cara pria. Tapi, ternyata, mereka justru mendapat sentuhan terbaik dari kasih sayang abadi dan kelembutan seorang ibu. Dalam konteks seperti ini kewanitaan adalah hal yang perlu dihidupkan dari diri setiap individu, bahkan oleh pria-pria berotot itu.

Akan tetapi, biarkan kewanitaan itu tumbuh secara normal. Menjiwai proporsional atas peran-peran yang diberikan Tuhan kepada kita sangatlah substansial.

Karena, menumbuhkan kewanitaan dengan cara mengingkari alat kelamin sendiri dan melakukan operasi gender, jelas bukan cara-cara yang bijaksana.

Sisi Situ Cipondoh, 7-8 Januari 2009

Akhirnya menyadari bahwa tulisan ini bukan tentang wanita, tapi tentang kebingungan terhadapnya. Maaf Pak Vincent atas tulisan yang mengecewakan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS