Kenapa Harus Obama?

Tak banyak yang mencela saya ketika secara nyata dan jelas saya menunjukkan dukungan saya kepada Barrack Hussein Obama Junior dalam pemilu di Amerika Serikat awal November lalu. Berikut petikannya:
“Alaah, ngapain sih dukung-dukung Obama? Emang ngaruh gitu sama Indonesia?”
“Obama tuh ga mau ngaku-ngaku Islam, ngapain sih dukung dia?”
“Presiden AS dari demokrat mah pasti ngutak-ngatik Indonesia deh..sok-sok paling hebat soal HAM gitu..”
Yah kira-kira seperti itu. Sebenarnya justru saya yang bertanya balik, mengapa kita tidak mendukung Obama? Dalam kaitan langsung mungkin tidak akan ada efek yang terasa atas kemenangan Obama di pemilu AS kepada Indonesia, untuk itu saya tidak ingkari. Tapi saya yakin betul, terpilihnya Obama akan lebih banyak membawa kebaikan dibandingkan jika presiden Bush diganti kompatriotnya di republik, John Sidney McCain III. Kalau tidak percaya, yuk kita jabarkan yuk:
Obama masih berusia muda. Dalam sejarah, pemimpin-pemimpin muda adalah yang paling siap dalam membuat perubahan yang sebenarnya. Masih ingat bagaimana kaum muda melakukan “pengamanan” kepada Bung Karno untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia usai tragedi atom di Jepang? Dan lagi, kita tak bisa membantah bagaimana darah-darah muda sebagaimana Bung Karno, Bung Hatta, Natsir, M. Yamin, John F. Kennedy, Nelson Mandela, Napoleon, hingga pemuda-pemuda 1998 mampu membawa gairah dan menghadirkan perubahan dalam arti kata yang sebenarnya. Bukan perubahan bohong-bohongan atau tipu-tipuan.
Obama punya kisah historis dengan Indonesia. Saya tak menyangkal, bahwa walau punya kisah historis dengan Indonesia, belum tentu Obama akan memandang Indonesia secara lebih objektif. Apalagi, ketika masih ada di kongres, Obama yang pernah duduk di subkomisi Asia Timur yang juga berhubungan dengan Indonesia tak pernah menunjukkan tendensi apapun terhadap Indonesia sebagai negara. Lalu apa ketika menjadi presiden ia akan memandang Indonesia dengan lebih baik? Justru, karena kemudaan dan keterbukaannya itulah kita dapat berharap bahwa Indoneia dapat dipandang secara objektif. Kesempatan yang dimiliki Obama ketika masih duduk di subkomisi tersebut dan tidak digunakan untuk menunjukkan tendensi pada Indonesia adalah bukti bahwa ia dapat menjadi sangat objektif. Ini saja sudah cukup menjanjikan. Tapi jangan khawatir, silakan baca bukunya The Audacity of Hope. Di sana ia masih menyinggung soal Indonesia. Ia ingat da ia tahu!
Obama sangat Universal. Nama Barrack, diambil dari Bahasa Afrika, Hussein jelas berkaitan dengan timur tengah, dan Obama menunjukkan Amerika. Universal bukan?hahaha... Bukan hanya itu, Obama sudah pernah atau malah sudah biasa menerima perlakuan Rasis. Amerika Serikat yang konon adalah guru besar demokrasi di dunia masih memiliki maslaah tentang hubungan antara masyarakatnya sehubungan dengan primordialisme dan warna kulit. Nah, ketika Obama menjadi presiden nanti, yakinlah kita ia tidak akan bertindak diskriminatif. Paling tidak akan menghindarinya, hal ini juga sangat memberi harapan akan lahirnya cara pandang siosial baru dalam pergaulan negara-negara di dunia.
Obama ingin menghentikan perang Irak. Saya tidak peduli kata orang kalau Obama akan menyerang Afghanistan, yang ingin dan sudah saya dengar, salah satu program Obama adalah menghantikan perang Irak. Perang yang telah menghancurkan nama besar AS sebagai penjaga nilai-nilai demokrasi. Perang yang juga menghambur-hamburkan uang masyarakat AS. Dan juga perang yang menginjak-injak kebebasan dan toleransi. Dan ini bukan saja harapan saya, atau kita, atau masyarakat Irak, tapi juga sudah menjadi harapan warga AS sendiri. Kita lihat bagaimana ada seorang iseng di AS yang baru-baru ini menerbitkan ribuan koran The New York Times palsu dengan headline: “Iraq War Ends”. Dihentikannya perang Irak telah menjadi harapan kita, harapan dunia, dan juga harapan Obama!
Karena keajaiban Obama. Yang saya maksud keajaiban adalah menggambarkan kekaguman saya akan jejak langkah Obama sebelum menjadi Presiden. Dalam Konvensi Partai Demokrat tahun 2004, Obama mendapat giliran berpidato. Dalam pidato itu ia menggambarkan dirinya sebagai, “bocah kurus hitam yang aneh” Mungkin itulah awal perjalanan politiknya. Bagaimana si hitam aneh yang sangat sulit rasanya bisa menembus hegemoni kulit putih dalam politik Amerika Serikat. Tapi dengan kharismanya, kepemimpinannya, tak lupa vitalitasnya Obama menunjukkan bahwa Impossible is real nothing. Menumbangkan calon kesayangan kulit putih yang dianggap jauh lebuh berpengalaman Hillary Clinton dalam Konvensi Demokrat 2008 secara tak terduga, meraup nilai sumbangan kampanye terbesar dalam sejarah Amerika Serikat, sangat maju dan modern dalam penggunaan dunia internet, menarik simpati sebagian besar rakyat dunia sebagaimana terbukti dalam hasil polling dari berbagai lembaga, terakhir membantai telak John McCain dalam pemilihan. Hal ini membuktikan siapa saja kita, tak peduli suku, agama, atau warna kulit kita, selalu ada kesempatan dan harapan untuk orang-orang yang jujur, berani, penuh semangat dan siap membawa perubahan. Pelajaran ini menurut saya yang terpenting untuk kita ambil. Begitu pula dengan Indonesia, yang kultur politiknya masih tak sedemokratis sampulnya. Dikotomi sipil-militer, jawa-non jawa, rusuh dan tak terima tiap kalah Pilkada, dan wakil-wakil rakyat yang tidak peka terhadap masalah rakyat jelas memuakkan. Maka sudah saatnya kita menantikan Obama ala Indonesia di Pemilu 2014. Yang siap untuk memimpin di depan dengan segala semangat perubahan. Paling tidak dari Obamalah inspirasi itu dimulai.

Itulah alasan-alasan subjektif saya, tentang dukungan terhadap Obama. Jikalau anda tak sepakat, ya tak masalah ini bukan pengadilan benar atau salah. Saya hanya ingin mengambil pelajaran. Dan saya merasa, dia akan lebih baik disana dibanding pesaingnya. Bilapun kita tak mampu memilih atau mendukung yang terbaik, paling tidak, pilih dan dukunglah yang paling sedikit membawa kemudharatan. Ini tentang mimpi dan harapan, bukan hanya sekedar berpengaruh atau tidak pada hidup kita. Ini inspirasinya. Sekarang bukan tentang kenapa harus Obama, tapi bos, kenapa bukan Obama?

Bobby Savero
Ciawi, 16 Oktober 2008
ditemani rintik hujan, bermimpi menjadi Bobama...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Hubungan antara Radang Tenggorokan dan Pajak

Hubungan antara Radang Tenggorokan dan Pajak

Oleh:

Bobby Savero

Ga sangka lho, ternyata yang namanya radang tenggorokan juga dapat memaksa gue berpikir keras, karena menyinggung kredibilitas Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ga percaya? Gini deh, gue bakal ceritain pengalaman gue waktu kena radang tenggorokan sekitar 2 minggu yang lalu.

Gue mulai batuk-batuk setelah lebaran. Ceritanya ada kumpul-kumpul keluarga di vila om gue di puncak, mungkin karena dingin yang teramat sangat, gejala flu yang mulai berkibar, dan selama puasa gue hampir selalu makan sahur pake nasi padang mulailah batuk-batuk itu muncul. Begitu liburan usai, dan gue kembali ke Tangerang untuk mengabdi pada negara (hahaha...lebay!), ternyata pancaroba menunjukkan kesaktiannya. Panas yang luar biasa menyengat mentahbiskan radang tenggorokan untuk gue derita.

Batuk gila itu semakin edan. Ga kenal waktu. Lagi kerja, lagi santai, lagi mandi, lagi buang air, lagi nonton tv, lagi mau tidur, bangun tidur (kalo lu nanya ke gue, trus pas tidur ga batuk? Ga usah gue jawab ya, ya wong namanya lagi tidur mana gue tau...hehehe), intinya mah aktivitas sangat terganggu. Berhubung gaji gue bulan oktober dipotong banyak gara-gara gue ga masuk 6 hari akibat cacar dua bulan yang lalu, plus kebutuhan lebaran yang banyak dan ga diduga mulailah gue dipaksa berpikir keras untuk pertama kalinya. Apakah dengan uang yang udah siaga satu ini, gue harus dateng ke dokter dengan kemungkinan keluarnya uang dengan nilai signifikan dari goresan tangan pak dokter di atas resep.

Tapi karena batuknya ga juga reda setelah gue beli obat batuk a******* warna ijo yang lumayan mahal, akhirnya gue putuskan untuk tetap dateng ke dokter. Pulang jumatan, gue sempetin mampir ke dokter di salah satu rumah sakit swasta ternama di Tangerang. Karena waktu cacar gue udah pernah berobat di sana, makanya kali ini gue ga ribet sama urusan administrasi. Tinggal daftar aja trus langsung dianterin ke dokternya. Si pak dokter ga pake nanya gue sakit apa langsung aja maen periksa. Kemudian gue berpikir keras lagi, apa iya ni dokter sama sekali ga niat nanya gue ngerasain apa, atau nanya gejala apa kek gt. Soalnya setau gue satu-satunya dokter yang tidak menggunakan metode tanya-jawab saat memeriksa pasien hanyalah dokter hewan. Apa iya gue udah dikira hewan?

Maka untuk memastikan sama pak dokter, kalo gue bukan hewan, tanpa diminta gue langsung jelasin,

”gini dok, jadi mulai batuk-batuk sejak lebaran trus ga berhenti-berhenti dan semakin parah...blablabla...”

Dokternya manggut-manggut aja, malah nanya yang lain,

“bagus juga nih sholat jumat pake baju ini...(baju batik-red).”

“ah, engga kok dok. Kebetulan aja, di kantor emang hari Jumat seragamnya ini.”

“Ooo...begitu tho, emang adek kerja di mana?”

Nah, di sinilah petakanya dimulai!! Sayangnya gue ga nyadar.

“di kantor pajak deket kantor walikota itu dok (dok di sini bukan kodok tapi ini emang panggilan gue kalo ketemu dokter-red)..”

“Ooo...pajak!” (wajah si dokter berubah)

Dan kemudian dia bertanya hal yang tidak diduga-duga,

“Mas, lunasi pajaknya awasi penggunaannya kan ya?”

“Iya dok...” (masih polos menjawab)

“Cara mengawasinya gimana mas?”

“Hmmm....” (terdiam beberapa saat. God!! gue jadi inget, kawan gue di KPP Pratama Banyuwangi juga pernah ditanyain beginian sama wajib pajak. Tapi gue ketawain aja. Gue ga pernah berpikir kalo suatu waktu bakal ditanya kayak gini juga. Gue ngerti sih maksud slogan itu, tapi cara ngejelasinnya yang sulit!)

(Berpikir keras mode on)

Beberapa saat kemudian gue sadar bahwa jawaban atas pertanyaan ini juga merupakan bentuk pelayanan prima kepada wajib pajak. Makanya, daripada si dokter kecewa ga bisa memperoleh jawaban dari aparat pajak yang masih ingusan ini, akhirnya dengan segenap keberanian dan secuil pengetahuan gue coba nerangin,,

“Begini dok,, uhuk...uhuk...(masih tetep batuk-batuk ya wong belum diobatin, baru ke dokter doang udah gitu pake dites segala sama ni dokter hehehe..), seluruh penerimaan pajak akan langsung masuk ke rekening negara. Sebagaimana kita ketahui, penggunaan uang negara ini kemudian akan diatur dalam APBN. Maka, pengawasan penggunaan pajak sama saja dengan pengwasan APBN, yang salah satunya dapat dilakukan melalui wakil dokter di DPR.”

Si dokter manggut-manggut lagi lalu menukas,

“Ah, saya mah ga percaya sama DPR sih. Kadang saya malu sama orang-orang yan katanya wakil rakyat itu.”

“Hehehe...” (tertawa kecut...ya sebenernya pengen ngebelain beberapa atawa segelintir wakil rakyat yang betul-betul amanah di DPR sana, tapi ya daripada dibilang sok tau mending gue diem aja deh, toh emang banyak juga wakil rakyat yang tidak representatif).

Akhirnya pemeriksaan dokter itu selesai dengan kata penutup yang mendebarkan, “oke deh mas pajak, saya kasih resep yang BAGUS deh biar cepet sembuh.”

Walau terminologi bagus dalam pemahaman gue sama dengan pemahaman WJS Poerwadarminta ketika menyusun Kamus Umum Bahasa Indonesia, di mana bagus artinya elok atau baik sekali tapi gue curiga pemahaman si dokter ini berbeda. Dan kecurigaan gue terbukti ketika di apotek, resep itu bernilai 300 ribu lebih.

Mungkin WJS Poerwadarminta harus menambahkan lagi arti kata bagus di kamus.

Bagus itu mahal.

Maka, setelah berpikir keras dan berdebat keras lagi dengan apoteker untuk minta obat generik, gue pulang dengan langkah gontai. Ada beberapa hikmah yang gue peroleh dari radang tenggorokan ini.

Pertama, sebelum ke dokter siapkan diri kita dengan jawaban atas pertanyaan terhadap slogan-slogan institusi tempat kita bekerja. Paling tidak kuasailah hal-hal umum tentang visi misi kantor kita. Biar ga asal jawab kayak gur tadi, jadi keingetan kata-katanya Roger Bacon (1214-1294) dalam bukunya Opus Magnus itu lho, katanya salah satu sebab kebodohan itu adalah pamer kebijaksanaan untuk menutupi kebodohan. Intinya mah sok tau padahal ga tau atau ga yakin...Hehehe...

Kedua, siapkan mental kita untuk menerima total harga obat dari resep dokter. Apalagi kalau sang dokter udah memberi kata-kata,

“Saya kasih obat yang bagus deh..”

Radang tenggorokan ini telah memberi pelajaran berharga. Di atas motor saat perjalanan kembali ke kantor gue teringet lagu soundtrack sinetron jaman dulu yang judulnya Keluarga Cemara. Untuk nyeneng-nyenengin hati yang rada gelisah, gue mengadaptasi lagu dan bersenandung...

Harta yang paling berharga adalah kesehatan..

Ciawi, 1 November 2008

Tanggal satu di hari sabtu. Awal Bulan tapi belum gajian...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS